BacaJuga Artikel Ini : Majukan Sentra Industri Gerabah Bayat Lewat Olesan Warna dan Corak. Berburu Gerabah dan Keramik di Kasongan. Semua terbentuk alami, bahkan industrialisasi kerajinan gerabah itu sendiri. Rumah-rumah di gang-gang kecil di Desa Melikan selalu ramai dengan kegiatan membuat gerabah. Cerobong-cerobong besar ada dimana-mana. DesaWisata Gerabah Kasongan merupakan salah satu objek wisata kerajinan tangan gerabah atau keramik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Wisata Gerabah Kasongan termasuk sentra kerajinan yang paling t Sentraindustri kerajinan gerabah kasongan ini berada di Pedukuhan Kajen, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan Bantul. Untuk sampai ke lokasi ini yang berjarak kurang lebih 7 km dari pusat kota jogja ke arah selatan, anda bisa melalui jalan Jogja-Bantul dan perhatikan sebelah kanan jalan ada gapura besar bertuliskan "Kasongan" dan bisa Abstract Kota Malang sebagai kota terbesar kedua Jawa Timur, memiliki sejarah panjang, sejak jaman prasejarah. Kota Malang memiliki banyak artefak peninggalan masa lampau yang masih dapat DesaKasongan merupakan sentra industri kerajinan gerabah.Kawasan ini merupakan wilayah pemukiman para pembuat barang-barang kerajinan berupa perabotan dapur dan juga beraneka macam barang-barang sejenisnya yang sebagian besar menggunakan tanah liat sebagai bahan baku.Dahulu, pembuatan gerabah di desa ini terbatas untuk peralatan keperluan 15Kasongan merupakan daerah sentra kerajinan gerabah di yogyakarta apa makna kata tersebut? Desa Wisata Kasongan Salah satu patung yang legendaris di Desa Kasongan adalah patung Loro Blonyo. vas bunga, patung mini, asbak, dan pigura foto. Selain itu banyak juga keramik berukuran kecil yang banyak digunakan oleh penyelenggara hajat Selainitu, kegiatan ekonomi yang dilakukan otomatis tidak akan bergerak. Dengan tidak adanya pemasaran, maka akan membawa akibat yang cukup fatal bagi perusahaan. Perusahaan tidak akan memperoleh pendapatan dari barang yang diperolehnya, sehingga akan mengalami kerugian. "Kasongan merupakan sentra industri gerabah yang cukup besar di Indonesia. Yogyakarta(Antaranews Jogja) - Sebanyak 24 peserta Siswa Mengenal Nusantara 2018 Program BUMN Hadir Untuk Negeri asal Kepulauan Riau berkunjung ke sentra industri kerajinan ANTARA News jogja pendidikan 4Ii8ua. BANTUL-Desa Wisata Kasongan yang terletak di Bangunjiwo, Kasihan, Bantul dikenal sebagai sentra gerabah. Sebagian besar warga di sini merupakan perajin gerabah. Dalam kondisi normal sebelum adanya pandemic COVID-19, banyak wisatawan yang berkunjung ke Kasongan, untuk membeli kerajinan gerabah. Di Desa Wisata Kasongan ini juga terdapat Lembaga Pendidikan Gerabah Nangsib Keramik, yang digagas seorang pemuda bernama Dicky Bisma Saputra. Bisma, begitu ia akrab disapa menjelaskan lembaga ini didirikan pada 2016. Lembaga ini bergerak di bidang pendidikan atau pelatihan gerabah. Selanjutnya kegiatan di lembaga ini berkembang menjadi wisata edukasi. Dalam menjalankan lembaga ini, Bisma dibantu 10 orang pembimbing yang bertugas membantu pengunjung membuat kerajinan gerabah. “Saya berusaha menciptakan sesuatu yang berbeda di Kasongan agar menjadi daya tarik tersendiri bagi warga luar yang datang ke Kasongan. Jadi mereka datang ke Kasongan tidak hanya untuk belanja gerabah tetapi juga bisa merasakan langsung secara terarah membuat gerabah bersama pembimbing yang ada di sini,” ujar Bisma saat ditemui Sabtu 12/7/2020. Sebagian besar pengunjung yang datang ke untuk belajar membuat kerajinan gerabah di Lembaga Pelatihan Gerabah Nangsib Keramik adalah anak-anak sekolah. Tetapi, menurut Bisma, ada juga pengunjung yang merupakan satu keluarga. Biasanya pengunjung begitu turun dari kendaraan sudah disediakan bahan-bahan gerabah. Sebelum kegiatan dimulai, pengunjung bisa mendapat informasi mulai dari sejarah gerabah, hingga cara membuat kerajinan gerabah seperti pot bunga, guci, kendi, piring, maupun celengan dari awal hingga finishing. “Harapan kami, dengan metode seperti itu, pengunjung tidak sekadar belajar membuat gerabah saja, tetapi juga tahu sejarahnya dan salah satu muatan local yang ada di Jogja,” imbuh Bisma. Biaya untuk bisa belajar membuat gerabah di Nangsib Keramik bervariasi, tergantung paketnya. Harga dibuka mulai dari Rp 15 ribu untuk 100 peserta hingga Rp 300 ribu untuk paket keluarga. Selain itu, harga paket juga tergantung pada berapa banyak hal yang dipelajari. “Di sini semuanya mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan Lembaga. Peserta juga bisa mendapatkan dokumentasi dan membawa pulang hasil karya mereka,” ujarnya. Sejak pandemi COVID-19, kegiatan di lembaga pelatihan gerabah Nangsib Keramik terhenti selama hampir 4 bulan. Tetapi pekan ini, Nangsib Keramik kembali membuka pelatihan, dengan tetap menerapkan protocol pencegahan COVID-19. * Bantul - Kasongan terkenal sebagai sentra kerajinan gerabah atau keramik. Gerabah khas kasongan tidak hanya diminati di dalam negeri, tapi juga laku di pasar Asia dan Dewi 32, salah satu perajin gerabah di Kasongan, Bantul, Yogyakarta yang sukses memasarkan produknya hingga ke Jerman, Australia, Spanyol dan India. Dewi mengaku, sejak tahun 2001 gerabah hasil produksinya telah ramai dibeli baik oleh perusahaan maupun retail asal luar negeri."Kadang ekspor. Ekspornya biasanya kalau langganan ke Spanyol, terus ke India, ke Australia, ke Jerman. Ada yang perusahaan, ada yang retail tapi di sana dijual lagi. Mulai ekspor 5 tahun sebelum gempa, rame-ramenya ekspor," ujarnya kepada detikcom. Dewi biasa mengekspor hingga 1 kontainer gerabah ke berbagai negara. Diketahui, 1 kontainer bisa berisi 100 sampai 200 gerabah. Adapun berbagai kerajinan gerabah yang diekspor di antaranya gentong dan patung berukuran besar, dengan kisaran harga ratusan ribu hingga jutaan."Ekspor ada yang patung, ada yang gentong. Kalau ekspor kebanyakan gerabah gede," mengungkapkan ekspor gerabah sempat terhenti di 2020 karena pandemi, sehingga ia beralih ke pasar dalam negeri dengan mengandalkan sistem jualan secara online. Namun, dalam 2 bulan terakhir dikatakannya aktivitas ekspor sudah berangsur gerabah di Bantul Foto Inkana Putri/detikcom"Pas Corona, ekspor mati. Jualnya via online ke Indonesia. Tapi sekarang alhamdulillah 2 bulan ini ekspor bisa masuk, kontainer bisa masuk ke Indonesia. Cuma via email ordernya," usaha gerabah itu Dewi bisa memperoleh Rp 10-15 juta per minggu sebelum pandemi melanda RI. Namun danya pandemi Corona sempat membuat omzetnya mengalami penurunan signifikan sebanyak 75%. Meski begitu kini tren tanaman hias selama pandemi ikut membangkitkan kembali penjualan pot. Dalam seminggu ia bisa mendapat omzet Rp 7 juta."Omzetnya pas awal-awal Corona anjlok banget. Kalau baru-baru, musim pot tanaman ini alhamdulillah. Kadang per harinya bisa Rp 5 juta, kadang seminggunya bisa Rp 7 juta," gerabah di Kasongan Bantul Foto Rifkianto Nugroho/detikcomDia mengungkapkan, gerabah yang dijual merupakan hasil tangan perajin dari keluarga besar, baik kakak maupun adik dari sang Ayah. Adapun produk yang dibuat di antaranya pot-pot tanaman, bak mandi, serta guci dengan beragam ukuran mulai dari yang kecil sampai besar. Gerabah yang sudah dibentuk, kemudian dibeli oleh Dewi dalam keadaan mentah. Baru kemudian gerabah dibakar dan dicat, sebelum siap mengembangkan usahanya Dewi turut memanfaatkan permodalan yang diberikan BRI. Diakuinya, berkat permodalan tersebut usahanya kian berkembang hingga saat ini."Kenal BRI, pinjam pinjaman BRI, sehabis gempa sekitar 2008. Awal mula Rp 50 juta dulu, buat modal usaha, buat ngembangin," bersama BRI mengadakan program Jelajah UMKM ke beberapa wilayah di Indonesia yang mengulas berbagai aspek kehidupan warga dan membaca potensi di daerah. Untuk mengetahui informasi lebih lengkap, ikuti terus beritanya di Simak Video "Gerabah Blitar Warisan Majapahit" [GambasVideo 20detik] prf/ara Gerabah Kasongan Yogyakarta Kasongan adalah nama sebuah desa yang terletak di daerah dataran rendah bertanah gamping di Pedukuhan Kajen, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, sekitar 8 km ke arah barat daya dari pusat Kota Yogyakarta atau sekitar 15-20 menit berkendara dari pusat kota Yogyakarta. Memasuki kampung Kasongan, di halaman-halaman rumah dan pekarangan warga dengan mudah akan terlihat produk gerabah berbagai bentuk dan ukuran. Baik yang masih alami berwarna merah bata, ataupun yang telah dilakukan finishing dengan pengecatan beraneka warna atau teknik finishing lain. Di sudut-sudut kampung akan terlihat pula tungku-tungku pembakaran. Jika tertarik, wisatawan dapat pula turut membentuk tanah liat menjadi gerabah bersama para perajin. Desa Wisata Kasongan terletak di Dukuh Kajen, Banguntapan, Kasihan, Bantul Yogyakarta. Di dukuh seluas 49 hektar berpenduduk jiwa tersebut, 95% warganya bermata pencaharian sebagai perajin gerabah, sedangkan sisanya petani dan Pegawai Negeri. Pembuatan gerabah di Kasongan memang telah diwariskan secara turun temurun dari generasi terdahulu hingga kini. MULANYA PRODUK PERKAKAS RUMAH TANGGA Pada mulanya, gerabah yang diproduksi warga Kasongan hanya berupa perkakas rumah tangga seperti kwali, cobek, anglo, keren tungku untuk memasak dengan kayu bakar, dan perkakas lain. Namun hasil pemninaan dari waktu ke waktu, variasi produk gerabah pun berkembang hingga ke gerabah-gerabah hias seperti guci, berbagai patung, meja kursi, dan berbagai hiasan lain. “Kerajinan gerabah telah turun-temurun digeluti warga. Kemudian mulai berkembang setelah ada arahan dari para tokoh seniman dan para pendamping maka terjadi perkembangan missal dalam hal desainnya,” kata Kepala Dukuh Kajen, Muh. Hadi Suprojo. Kerajinan gerabah di Kasongan mulai berkembang setelah dibangunya jembatan di sisi timur kampung pada 1972, sehingga bisa menghubungkan ke kota Bantul dan daerah lain. “Sebelum tahun 72 susah karena belum ada jembatan. Untuk menjual gerabah harus menyeberang sungai. Dulu hanya dijual di pasar-pasar tradisional sekitar. SEJARAH Pada masa penjajahan Belanda, salah satu daerah di sebelah selatan kota Yogyakarta pernah terjadi peristiwa yang mengejutkan warga setempat, yaitu seekor kuda milik Reserse Belanda ditemukan mati di atas lahan sawah milik seorang warga. Hal tersebut membuat warga ketakutan setengah mati. Karena takut akan hukuman, warga akhirnya melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui tanahnya lagi. Hal ini diikuti oleh warga lainnya. Tanah yang telah dilepas inipun kemudian diakui oleh penduduk desa lain. Warga yang takut akhirnya berdiam diri di sekitar rumah mereka. Karena tidak memiliki lahan persawahan lagi, maka untuk mengisi hari, mereka memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar. Mereka memanfaatkan tanah yang ada, kemudian mengempal-ngempalnya yang ternyata tidak pecah bila disatukan, lalu mulai membentuknya menjadi berbagai fungsi yang cenderung untuk jadi barang keperluan dapur atau mainan anak-anak. Berawal dari keseharian nenek moyang mereka itulah yang akhirnya kebiasaan itu diturunkan hingga generasi sekarang yang memilih menjadi perajin gerabah. Perkembangan Produk Pada awalnya keramik ini tidak memiliki corak desain sama sekali. Namun legenda matinya seekor kuda telah menginspirasi para pengrajin untuk memunculkan motif kuda pada banyak produk, terutama kuda-kuda pengangkut gerabah atau genteng lengkap dengan keranjang yang diletakkan di atas kuda, selain juga motif katak, ayam jago dan gajah. Perkembangan zaman dengan masuknya pengaruh modern dan budaya luar melalui berbagai media telah membawa perubahan di Kasongan. Setelah kawasan Kasongan pertama kali diperkenalkan oleh Sapto Hudoyo sekitar 1971-1972 dengan sentuhan seni dan komersil serta dalam skala besar dikomersilkan oleh Sahid Keramik sekitar tahun 1980-an, kini wisatawan dapat menjumpai berbagai aneka motif pada keramik. Bahkan wisatawan dapat memesan jenis motif menurut keinginannya. Kerajinan gerabah yang dijual di desa Kasongan bervariasi, mulai dari barang-barang ukuran kecil untuk souvenir hingga hiasan, pot untuk tanaman, interior meja kursi, dan masih banyak lagi jenisnya. Dewasa ini di kawasan Kasongan terlihat galeri-galeri keramik di sepanjang jalan yang menjual berbagai barang hiasan dan souvenir. Bentuk dan fungsinya pun sudah beraneka ragam, mulai dari asbak rokok kecil atau pot dan vas bunga yang berukuran besar, Barang hias pun tidak hanya yang memiliki fungsi, tetapi juga barang-barang hiasan dekorasi serta souvenir perkawinan. Salah satu produk yang cukup terkenal adalah sepasang patung pengantin dalam posisi duduk berdampingan. Patung ini dikenal dengan nama Loro Blonyo. Patung ini diadopsi dari sepasang patung pengantin milik Kraton Yogyakarta.